Wednesday, September 9, 2009

SKRIPSI KESEHATAN MASYARAKAT DAN KEPERAWATAN

Temukan Skripsi dan KTI di Sini :
Skripsi & Karya Tulis Ilmiah (KTI)  Kesehatan Masyarakat
Dan Ilmu Keperawatan :

PENGETAHUAN PERAWAT TENTANG KEGAWATAN NAFAS DAN TINDAKAN RESUSITASI PADA NEONATUS YANG MENGALAMI KEGAWATAN PERNAFASAN DI RUANG NICU, RUANG PERINATOLOGI
DAN RUANG ANAK RSUD GUNUNG JATI CIREBON


BAB I

PENDAHULUAN

1.1 Latar Belakang
 Kebijakan pemerintah dalam pembangunan kesehatan menuju Indonesia Sehat 2010 menempatkan kesehatan ibu dan anak sebagai prioritas penting karena anak adalah harapan bangsa di masa yang akan datang. Kemajuan bangsa di masa mendatang akan sangat tergantung dari kondisi kesehatan anak saat ini. 
 Dalam rencana pembangunan kesehatan menuju Indonesia Sehat 2010 terdapat beberapa program unggulan yang berhubungan dengan kesehatan anak yaitu program perbaikan gizi, penanggulangan penyakit yang dapat dicegah dengan imunisasi, peningkatan kesehatan keluarga, kesehatan reproduksi dan keluarga berencana, kesehatan lingkungan pemukiman, air dan udara sehat dan pencegahan kecelakaan. Program-program tersebut dilakukan melalui upaya kesehatan seperti pemeriksaan ibu hamil, imunisasi, pertolongan persalinan, penanggulangan penyakit-penyakit penyebab kematian, deteksi dini dan stimulasi tumbuh kembang anak serta upaya kesehatan sekolah.
 Beberapa indikator terkait dengan kesejahteraan anak menjadi indikator penting dalam menentukan derajat kesehatan masyarakat secara keseluruhan terutama dalam menilai keberhasilan pelayanan kesehatan dan pembangunan di bidang kesehatan. Indikator tersebut adalah angka kematian bayi (AKB) dan angka kematian balita (AKABA).
 Angka kematian bayi (AKB) atau Infant Mortality Rate (IMR) adalah jumlah kematian bayi di bawah usia 1 tahun per 1000 kelahiran hidup. Angka ini merupakan indikator yang sensistif terhadap ketersediaan, pemanfaatan dan kualitas pelayanan kesehatan terutama pelayanan perinatal. AKB juga berhubungan dengan pendapatan keluarga, jumlah anggota keluarga, pendidikan ibu dan keadaan gizi keluarga.  
 Angka kematian bayi (AKB) pada tahun 2000 berdasarkan hasil Survei Penduduk Antar Sensus (SUPAS) adalah 44 per 1000 kelahiran hidup. Sementara estimasi SUSENAS, angka kematian bayi pada tahun 2001 adalah 50 per 1000 kelahiran hidup. Kematian bayi tersebut disebabkan oleh penyakit-penyakit seperti yang tercantum pada tabel di bawah ini :
Tabel 1.1
Proporsi Penyakit Penyebab Kematian Bayi di Indonesia Tahun 2001
No. Jenis Penyakit %
1. Gangguan Perinatal 34,7 %
2. Sistem Pernafasan 24,6 %
3. Diare 9,4 %
4. Sistem Pencernaan 4,3 %
5. Gejala Tidak Jelas 4,1 %
6. Tetanus 3,4 %
7. Syaraf 3,2 %
Sumber : SURKESNAS 2001
 Indikator selanjutnya adalah angka kematian balita (AKABA). Angka kematian balita adalah jumlah anak yang meninggal sebelum mencapai usia 5 tahun per 1000 kelahiran hidup. Angka kematian balita ini menggambarkan keadaan lingkungan yang berpengaruh terhadap kesehatan balita seperti gizi, sanitasi, penyakit menular dan kecelakaan.
Kegawatan pernafasan juga dapat terjadi pada bayi dengan penyakit pernafasan dapat menimbulkan dampak yang cukup berat bagi berupa terjadinya henti nafas atau bahkan kematian. Akibat dari gangguan pada sistem pernafasan adalah terjadinya kekurangan oksigen (hipoksia) pada tubuh.
Depresi nafas yang dimanifestasikan dengan apneu yang memanjang hanya dapat diatasi dengan pemberian oksigen dengan tekanan positif, massase jantung eksternal dan koreksi keadaan asidosis. Hanya setelah oksigenasi dan perfusi jaringan diperbaiki maka aktivitas respirasi dimulai (Yu dan Monintja, 1997).
 Resusitasi merupakan sebuah upaya menyediakan oksigen ke otak, jantung dan organ-organ vital lainnya melalui sebuah tindakan yang meliputi pemijatan jantung dan menjamin ventilasi yang adekwat (Rilantono, 1999). Tindakan ini merupakan tindakan kritis yang dilakukan pada saat terjadi kegawatdaruratan terutama pada sistem pernafasan dan sistem kardiovaskuler. kegawatdaruratan pada kedua sistem tubuh ini dapat menimbulkan kematian dalam waktu yang singkat (sekitar 4 – 6 menit). 
 Pengetahuan merupakan domain yang sangat penting untuk terbentuknya tindakan seseorang. Apabila perilaku didasari pengetahuan dan kesadaran, maka perilaku bersifat langgeng (Notoatmodjo, 2003). Perilaku manusia sangat kompleks dan mempunyai ruang lingkup yang luas. Terbentuknya suatu perilaku baru terutama pada orang dewasa dimulai dari domain kognitif, dalam arti subjek terlebih dahulu mengetahui terhadap stimulus yang berupa materi atau obyek luarnya sehingga menimbulkan pengetahuan baru pada subyek tersebut. 
 Pengetahuan tentang kegawatan nafas dan tindakan resusitasi di Ruang NICU, Ruang Perinatologi dan Ruang Anak RSUD Gunung Jati Cirebon harus dikuasai dengan baik oleh perawat karena RSUD Gunung Jati Cirebon adalah rumah sakit pendidikan tipe B yang menerima rujukan dari Wilayah III Cirebon yang meliputi Kabupaten Cirebon, Indramayu, Majalengka dan Kuningan. 
Tabel 1.3
Data Pasien Rawat Inap Ruang NICU 
Bulan Desember 2004 – Februari 200
No. Bulan Jenis Penyakit Kasus Kematian
  ∑ % ∑ total %
1. 
Desember
2004 
Prematur RDS
Asfiksia Neonatorum
Ikterik Neonatorum
Hirschprung 
Januari
2005 
Prematur RDS
Asfiksia Neonatorum
Icterik Neonatorum
Hirschprung 

Februari
2005 
Prematur RDS
Asfiksia Neonatorum
Omphalokel
Kelainan Jantung Kongenital
Palatoskizis
Sumber : Sub Bagian Rekam Medik RSUD Gunung Jati Cirebon
Sebagai rumah sakit rujukan, RSUD Gunung Jati Cirebon menerima rujukan pelayanan kesehatan dari beberapa rumah sakit di Wilayah III Cirebon, termasuk masalah-masalah kegawatan pada neonatus, bayi dan anak yang memerlukan perawatan lebih lanjut dan seringkali pasien-pasien yang dirujuk adalah pasien-pasien dalam keadaan kritis dengan prognosa yang buruk. 
 Data pasien rawat inap di Ruang NICU (tabel 1.3) menunjukkan jumlah pasien dan jenis-jenis penyakit serta kematian neonatus yang terjadi selama Bulan Desember 2004 sampai dengan bulan Februari 2005. Data tersebut menggambarkan prosentase kasus kegawatan pernafasan yaitu RDS dan asfiksia neonatorum sebesar 72,2 % pada bulan Desember 2004, pada bulan Januari 2005 sebesar 81,5 % dan 85,7 % pada bulan Februari 2005.
Tindakan resusitasi di Ruang NICU, Ruang Perinatologi dan Ruang Anak hampir selalu dilakukan oleh perawat karena terbatasnya tenaga dokter terutama pada saat-saat tertentu seperti pada saat sore atau malam. Kewenangan perawat ini telah diatur dalam kebijakan rumah sakit mengenai standar prosedur serta operasional dalam penanganan pasien neonatus, bayi dan anak yang mengalami kondisi kritis. Oleh karena itu perawat harus menguasai pengetahuan dan keterampilan resusitasi dengan baik agar dapat melakukan tindakan resusitasi secara efektif untuk mencegah kecacatan atau kematian.

Data tenaga keperawatan di Ruang NICU, Ruang Perinatologi dan Ruang Anak menunjukkan bahwa latar belakang pendidikan perawat sebagian besar DIII yaitu sebanyak 28 orang, SPK sebanyak 8 orang dan bidan sebanyak 1 orang. Perawat yang telah mengikuti pelatihan resusitasi adalah 5 orang dari 37 perawat dari tiga ruangan tersebut. Perawat yang belum mengikuti pelatihan mendapatkan pengetahuan dan keterampilan melakukan resusitasi dari contoh yang diberikan oleh kepala ruangan atau perawat yang telah mengikuti pelatihan.

1.2 Rumusan Masalah

Berdasarkan latar belakang permasalahan yang telah dijelaskan diatas maka peneliti merumuskan masalah penelitian sebagai berikut, bagaimanakah pengetahuan perawat tentang kegawatan nafas dan tindakan resusitasi pada neonatus yang mengalami kegawatan pernafasan di Ruang NICU, Ruang Perinatologi dan Ruang Anak RSUD Gunung Jati Cirebon ?

1.3 Tujuan Penelitian

1.3.1 Tujuan UmumTujuan umum dari penelitian ini adalah mendapatkan gambaran mengenai pengetahuan perawat tentang kegawatan nafas dan tindakan resusitasi pada neonatus yang mengalami kegawatan pernafasan di Ruang NICU, Ruang Perinatologi dan Ruang Anak di RSUD Gunung Jati Cirebon.

Untuk Mendapatkan File Lengkapnya Harap 
SMS Ke No Hp 085256434152 (Firman)


HUBUNGAN PENGETAHUAN DAN SIKAP IBU HAMILTERHADAP PERILAKU KUNJUNGAN PEMERIKSAAN KEHAMILAN DI PUSKESMAS RAWAT INAP KEDATON BANDAR LAMPUNG

I. PENDAHULUAN
A. Latar Belakang dan Masalah

Masalah kesehatan ibu dan perinatal merupakan masalah nasional yang perlu mendapat prioritas utama, karena sangat menentukan kualitas sumber daya manusia pada generasi mendatang. Perhatian terhadap ibu dalam sebuah keluarga perlu mendapat perhatian khusus karena Angka Kematian Ibu (AKI) di Indonesia masih sangat tinggi bahkan tertinggi di antara negara-negara Association South East Asian Nation (ASEAN). Dimana AKI saat melahirkan tahun 2005 tercatat 307 per 100.000 kelahiran hidup dan angka kematian bayi (AKB) 35 per 1.000 kelahiran hidup (Azrul Azwar, 2005).

Menurut Survei Penduduk (SP) dan Survei Sosial Tingkat Nasional (Susenas) tahun 2000 dalam profil dinas kesehatan (Dinkes) Propinsi Lampung 2005, AKI di Propinsi Lampung sebesar lebih dari 307 kasus per 100.000 kelahiran hidup. Untuk tahun berikutnya AKI di Propinsi Lampung mengalami penurunan, yakni sebesar 53 kasus per 100.000 kelahiran hidup pada tahun 2003 dan 88 kasus per 100.000 kelahiran hidup pada tahun 2004 dan 2005. Di Propinsi Lampung, khususnya Kabupaten Lampung Selatan merupakan kabupaten dengan jumlah AKI terbanyak yaitu 147 kasus per 100.000 kelahiran hidup, sedangkan Kota Bandar Lampung menempati peringkat ke-4 dengan jumlah 85 kasus per 100.000 kelahiran hidup (Dinkes Propinsi Lampung, 2005).
Upaya menurunkan AKI pada dasarnya mengacu kepada intervensi strategis “Empat Pilar Safe Motherhood”, dimana salah satunya yaitu akses terhadap pelayanan pemeriksaan kehamilan yang mutunya masih perlu ditingkatkan terus. Pemeriksaan kehamilan yang baik dan tersedianya fasilitas rujukan bagi kasus risiko tinggi dapat menurunkan angka kematian ibu. Petugas kesehatan seyogyanya dapat mengidentifikasi faktor-faktor risiko yang berhubungan dengan usia, paritas, riwayat kehamilan yang buruk, dan perdarahan selama kehamilan. Kematian ibu juga diwarnai oleh hal-hal nonteknis yang masuk kategori penyebab mendasar, seperti taraf pengetahuan, sikap, dan perilaku ibu hamil yang masih rendah, serta melewati pentingnya pemeriksaan kehamilan dengan melihat angka kunjungan pemeriksaan kehamilan (K4) yang masih kurang dari standar acuan nasional (Prawirohardjo, 2002).
Keputusan Menteri Kesehatan RI Nomor 1457/Menkes/SK/X/2003 tentang standar pelayanan kesehatan minimal di bidang kesehatan di kabupaten atau kota khususnya pelayanan kesehatan ibu dan anak dengan target tahun 2010 : berupa cakupan kunjungan ibu hamil K1 dan K4. K1 yaitu kunjungan ibu hamil yang pertama kali pada masa kehamilan. Cakupan Kl di bawah 70% (dibandingkan jumlah sasaran ibu hamil dalam kurun waktu satu tahun) menunjukkan keterjangkauan pelayanan antenatal yang rendah, yang mungkin disebabkan oleh pola pelayanan yang belum cukup aktif. Rendahnya K1 menunjukkan bahwa akses petugas kepada ibu masih perlu ditingkatkan. Sedangkan K4 : Kontak minimal 4 kali selama masa kehamilan untuk mendapatkan pelayanan antenatal, yang terdiri atas minimal 1 kali kontak pada trimester pertama, satu kali pada trimester kedua, dan dua kali pada trimester ketiga. Cakupan K4 di bawah 60% (dibandingkan jumlah sasaran ibu hamil dalam kurun waktu satu tahun) menunjukkan kualitas pelayanan antenatal yang belum memadai . Rendahnya K4 menunjukkan rendahnya kesempatan untuk menjaring dan menangani risiko tinggi obstetric.
Belum tercapainya target K4, salah satunya disebabkan karena pemahaman tentang pedoman Kesehatan Ibu dan Anak (KIA) khususnya kunjungan pemeriksaan kehamilan masih kurang, sehingga masih ditemukan ibu hamil yang belum mengetahui pentingnya pemeriksaan kehamilan secara teratur. 
Kunjungan pemeriksaan kehamilan merupakan salah satu bentuk perilaku. Menurut Lawrence Green, faktor – faktor yang berhubungan dengan perilaku ada 3 yaitu: faktor predisposisi, faktor pendukung, dan faktor pendorong. Yang termasuk faktor predisposisi diantaranya : pengetahuan, sikap, kepercayaan, tradisi, dan nilai. Sedangkan yang termasuk faktor pendukung adalah ketersediaan sarana-sarana kesehatan, dan yang terakhir yang termasuk faktor pendorong adalah sikap dan perilaku petugas kesehatan (Notoatmodjo, 2003).
Secara teori memang perubahan perilaku atau mengadopsi perilaku baru itu mengikuti tahap – tahap, yakni melalui proses perubahan : pengetahuan (knowledge), sikap (attitude), praktik (practice) atau ”KAP”. Beberapa penelitian telah membuktikan hal itu, namun penelitian lainnya juga membuktikan bahwa proses tersebut tidak selalu seperti teori diatas (K-A-P), bahkan di dalam praktik sehari-hari terjadi sebaliknya. Artinya, seseorang telah berperilaku positif, meskipun pengetahuan dan sikapnya masih negatif (Notoatmodjo, 2003).
Berdasarkan uraian di atas peneliti bermaksud untuk meneliti tentang hubungan tingkat pengetahuan dan sikap ibu hamil terhadap perilaku kunjungan pemeriksaan kehamilan. 

B. Rumusan Masalah

Berdasarkan latar belakang masalah tersebut di atas, permasalahan yang timbul dalam penelitian ini adalah : Bagaimanakah hubungan antara tingkat pengetahuan dan sikap ibu hamil terhadap perilaku kunjungan pemeriksaan kehamilan di Puskesmas Induk Kedaton Bandar Lampung ?

C. Tujuan Penelitian

1. Tujuan Umum

Tujuan umum penelitian ini adalah untuk mengetahui hubungan pengetahuan dan sikap ibu hamil terhadap perilaku kunjungan pemeriksaan kehamilan di Puskesmas Rawat Inap Kedaton Bandar lampung.

 Untuk Mendapatkan File Lengkapnya Harap 
SMS Ke No Hp 085256434152 (Firman)


HUBUNGAN BEBERAPA FAKTOR YANG MEMPENGARUHI DAYA TAHAN KARDIORESPIRASI SISWA-SISWI SMA 2 PAYAKUMBUH

BAB I

PENDAHULUAN

1.1. Latar Belakang
Sehat adalah kebutuhan dasar bagi kehidupan manusia (Ichsan, 1988). Sehat adalah keadaan sejahtera dari badan, jiwa dan sosial yang memungkinkan setiap orang hidup produktif dan ekonomis (UU No.23 1992). 
Kepentingan kesegaran jasmani dalam pemeliharaan kesehatan tidak diragukan lagi, semakin tinggi tingkat kesehatan, maka kesegaran jasmani akan semakin baik pula (Yasrin, 1996). Manusia yang sehat dan memiliki tingkat kesegaran yang baik akan mampu berprestasi dalam pekerjaan sehingga tingkat produktivitas akan meningkat (Pradono, 1999).
Hasil penelitian survey kesegaran jasmani pada usia kerja yang dilakukan oleh Departemen Kesehatan pada tahun 1993 yaitu 92,4% termasuk kategori kurang. Sedangkan penelitian yang dilakukan oleh Pradono tahun 1998 pada usia 20-39 tahun warga Kebon Manggis, Jakarta Timur diperoleh hasil pengukuran VO2max 50,2% termasuk kategori sangat kurang, 26,8% kurang, 15% cukup dan 7,7% baik.
Kesegaran jasmani seseorang dipengaruhi oleh berbagai faktor yakni, faktor internal dan faktor eksternal. Yang dimaksud faktor internal adalah sesuatu yang sudah terdapat dalam tubuh seseorang yang bersifat menetap misalnya genetik, umur, jenis kelemin. Sedangkan faktor eksternal diantaranya aktivitas fisik, lingkungan dan kebiasaan merokok (Departemen Kesehatan Republik Indonesia Direktorat Jenderal Pembinaan Kesehatan Masyarakat Direktorat Bina Upaya Kesehatan Puskesmas, 1994; Abdullah, 1994).
Dr. Brotz telah menuliskan pada tahun 1983 dalam journal of American Medical Association sebagai berikut: tidak ada obat yang bisa digunakan sekarang atau masa depan yang memberikan dan mempertahankan kesehatan yanglebih baik dari pada kebiasaan yang senantiasa berolahraga. Banyak penelitian mengenai efek latihan olahraga pada usia muda. Dari penelitian Allewison dan Andrews 1976, sepertiga hari sekolah dicurahkan pada pendidikan jasmani. Hasilnya secara dramatis terlihat sebagai anak yang kuat, badan yang sehat dan cenderung memiliki kemampuan akademik yang baik ( Sumardjono, 1987).
US Centers for Desease Control and Prevention (CDC) dan American Collage of Sport Medicine melaporkan bahwa sebanyak 250.000 jiwa melayang setiap tahun karena gaya hidup yang pasif. Ketidak aktifan memberikan kontribusi kematian yang besar (34%) dan menelan biaya $5,7 milyar pertahun (Sharkey).Kekurangan gerak atau kurangnya keterlibatan secara aktif dalam berolahraga dapat menyebabkan derajat kesegaran jasmani yang rendah. Kondisi biologik ini nampak pada keadaan nyata seperti:
 Orang lekas menderita kelelahan pada saat melakukan tugas sehari-hari yang tergolong berbobot sedang
 Sistem otot dalam keadaan lemah yang menyebabkan kekuatan, kecepatan dan daya tahan rendah
 Penampilan tampak loyo dan gairah hidup kurang
Kekurangan gerak dan kurangnya latihan dengan intensitas yang memadai dapat menimbulkan penyakit kurang gerak. Penyakit ini menampakkan dirinya dalam beberapa gejala seperti tubuh tambun atau berkadar lemak tinggi, fungsi organ tubuh yang lemah dan hidup yang cenderung tidak bergairah. Penderita cenderung mengidap penyakit berbahaya seperti penyakit jantung, paru-paru, dan ginjal, tekanan darah tinggi dan gangguan pencernaan (Lutan, 1991).
Aspek penting lainnya dari hidup aktif termasuk menghilangkan kebiasaan negatif, seperti kecanduan rokok. Berdasarkan Public Health Promotion Office for Desease Prevention and Health Promotion, rokok mengakibatkan 400.000 kematian setiap tahun termasuk 30% kanker (85% kanker paru-paru) dan 25% karena masalah kardiovaskuler (Sharkey,2003). 
Menurut survey WHO pada tahun 1990, ternyata 75% pria Indonesia dan 15% wanita Indonesia adalah perokok aktif. Indonesia Pneumobile Project (IPP) melaporkan bahwa tahun 1989 di Jakarta dan Surabaya pada 4118 subyek yang terdiri dari anak sekolah dan pekerja didapatkan populasi perokok pada pria sebanyak 45,7% dan wanita sebanyak 1,8% .

Daya tahan kardiorespirasi atau aerobic capacity merupakan komponen terpenting dari kebugaran jasmani (Ichsan, 1997). Seseorang dengan kapasitas aerobik yang baik, memiliki jantung yang efisien, paru-paru yang efektif, peredaran darah yang baik pula, yang dapat mensuplai otot-otot sehingga yang bersangkutan mampu bekerja secara kontiniu tanpa mengalami kelelahan yang berlebihan (Sumaedjono, 1996).

1.2. Rumusan Masalah
Berdasarkan uraian pada sub bab latar belakang masalah, dapat diuraikan sebagai berikut:
1. Apakah jenis kelamin, kebiasaan berolahraga dan kebiasaan merokok secara nyata memberikan pengaruh terhadap daya tahan kardiorespirasi siswa-siswi SMA 2 Payakumbuh?
2. Berapa besarkah tingkat pengaruh yang diberikan oleh jenis kelamin, kebiasaan berolahraga dan kebiasaan merokok terhadap daya tahan kardioresoirasi siswa-siswi SMA 2 Payakumbuh?
3. Faktor manakah diantara jenis kelamin,m kebiasaan berolah raga dan kebiasaan merokok yang memiliki tingkat pengaruh paling yang terbesar terhadap daya tahan kardiorespirasi siswa-siswi SMA 2 Payakumbuh?

1.3. Tujuan Penelitian
1.3.1. Tujuan Umum

Tujuan umum pada penulisan skripsi ini adalah untuk mengetahui faktor mana yang paling mempengaruhi daya tahan kardorespirasi siswa-siswi SMA 2 Payakumbuh ditinjau dari segi jenis kelamin, kebiasaan berolahraga, dan kebiasaan merokok.

Untuk Mendapatkan File Lengkapnya Harap 
SMS Ke No Hp 085256434152 (Firman) 


Pengaruh Teknik Relaksasi Bernafas Terhadap Respon Adaptasi Nyeri Pada Pasien Inpartu Kala I

BAB I

PENDAHULUAN 

A. Latar Belakang
Pembangunan kesehatan menuju Indonesia sehat 2010 bertujuan meningkatkan kesadaran, kemauan dan kemampuan hidup sehat bagi setiap orang agar terwujud derajat kesehatan masyarakat yang optimal melaluiu tercitpanya masyarakat, bangsa dan Negara Indonesia yang ditandai oleh penduduk yang hidup dalam lingkungan dan dengan perilaku sehat memiliki kemampuan untuk menjangkau pelayanan kesehatan yang bermutu secara adil dan merata serta memiliki derajat kesehatan yang optimal di seuruh wilayah Republik Indonesia.
Berdasarkan tujuan pembangunan kesehatan nasional tersebut maka pemerataan dan pelayanan kesehatan perlu terus-menerus diupayakan dalam rangka mempertahankan status kesehatan masyarakat melalui pemcegahan dan pengurangan morbilitas, mortalitas dan kecacatan daam masyarakat terutama bayi, anak balita dan wanita hamil, melahirkan dan masa nifas (Depkes RI, Indonesia sehat 2010).
Setiap tahun lebih dari 200 juta wanita hamil. Sebagian besar kehamilan berakhir dengan kelahiran bayi hidup pada ibu yang sehat walaupun demikian, pada beberapa kasus kelahiran bukanlah peristiwa membahagiakan tetapi menjadi suatu masa yang penuh dengan rasa nyeri, rasa takut, penderitaan dan bahkan kematian (WHO, 2003).
Rasa nyeri pada persalinan dalam halini adalah nyeri kontraksi uterus yang dapat mengakibatkan peningkatan aktivitas sistem saraf simpatis, peruabahan tekanan darah, denyut jantung, pernafasan dengan warna kulit dan apabila tidak segera diatas I maka akan meningkatkan rasa khawatir, tegang, takut dan stress (Bobak, 2004).Nyeri persalinan dapat mempengaruhi kontraksi uterus melalui sekresi kadar katekolamia dan kartisol yang menaikkan dan akibatnya mempengaruhi durasi persalinan. Nyeri juga dapat menyebabkan aktivitas uterus yang tidak terkoordinasi yang akan mengakibatkan persalinan lama. Adapun nyeri persalinan yang berat dan lama dapat mempengharuhi sverifikasi sirkulasi maupun metabolisme yang harus segera diatasi karma dapat menyebabkan kematian gania (Rosemary Mander, 2003).
Intervensi untuk mengurangi ketidaknyamanan atau nyeri selama persalinan yaitu intervensi farmakologis nyeri non farmakologis perawat berperan besar dalam penanggulangan nyeri non farmakologis, yang salah satunya dengan menggunakan teknik relaksasi bernafas sesuai dengan teori Dick-Read dan Lamage bahwa nyeri persalinan yang disebabkan oleh rasa nyeri, takut dan tegang dapat dikurangi / diredakan dengan berbagai metode yaitu menaikkan pengetahuan ibu tentang hal-hal yang akan terjadi pada suatu persalinan, menaikkan kepercayaan diri dan relaksasi pernafasan (Bobak, 2004).
Teknik relaksasi bernafas merupakan teknik pereda nyeri yang banyak memberikan masukkan terbesar karena teknik relaksasi dalam persalinan dapat mencegah kesalahan yang berlebihan pasca persalinan. Adapaun relaksasi bernafas selama proses persalinan dapat mempertahankan komponen sistem saraf simpatis (SSO) dalam keadaan homeostasis sehingga tidak terjadi peningkatan suplai darah, mengurangi kecemasan dan ketakutan agar ibu dapat beradaptasi demgam nyeri selama proses persalinan (Rosemary M, 2003).
Berdasarkan hasil penelitian tentang pengaruh teknik relaksasi bernafas dan masase terhadap adaptasi nyeri persalinan pada ibu inpartu kala I fase aktif di RS…? Didapatkan bahwa teknik relaksasi bernafas mampu menaikkan adaptasi terhadap nyeri persalinan pada ibu inpartu kala I fase aktif yang berdasarkan pada hasil uji paired Ttist (Dwi Purnama, 2005).
Menurut data dari RS…? Menunjukkan jumlah persalinan sebanyak…? Orang semakin meningkat jumlah persalinan maka tanggung jawab tenaga ksesehatan di tempat-tempat pelayanan kesehatan semakin berat, khususnya bagaimana melaksanakan metode yang dapat membantu merasakan nyeri yang berarti. Namun fakta yang terjadi saat ini tempat-tempat pelayanan kesehatan dalam hal ini Puskesmas dan Rumah Sakit belum secara efektif melaksanakan intervensi Keperawatanmaternitas teknik relaksasi bernafas dalam penanganan nyeri persalinan, sehingga tidak diketahui secara pasti apakah memang benar ada pengaruh teknik relaksasi terhadap nyeri pada pasien inpartu kala I sesuai dengan referensi / teori yang ada. 

Dari uraian di atas maka penulis tertarik untuk melakukan penelitian tentang “pengeruh teknik relaksasi bernafas terhadap respon adaptasi nyeri pada pasien inpartu kala I”.

B. Rumusan Makalah
Berdasarkan latar belakang masalah di atas dapat dirumuskan masalah sebagai beikut :

“Apakah ada pengaruh teknik relaksasi bernafas terhadap respon adaptasi nyeri pada pasien inpartu kala I ?”.

C. Tujuan Penelitian 
1. Tujuan Umum 

Diperoleh gambaran tentang pengaruh teknik relaksasi bernafas terhadap respon adaptasi nyeri pada pasien inartu kala I.

 Untuk Mendapatkan File Lengkapnya Harap 

SMS Ke No Hp 085256434152 (Firman)

PENILAIAN STANDAR PELAYANAN RUMAH SAKIT MELALUI KEPATUHAN PROSEDUR KERJA DI RUMAH SAKIT GIGI DAN MULUT FAKULTAS KEDOKTERAN GIGI 
UNIVERSITAS JEMBER


BAB 1. PENDAHULUAN
1.1 Latar Belakang 
Sehat adalah keadaan sejahtera, baik dari segi badan, mental spiritual (dirinya sendiri) maupun segi sosial budaya (lingkungannya). Sehat merupakan kehendak semua pihak, tidak hanya oleh perorangan, tetapi oleh keluarga, kelompok dan masyarakat. Keadaan sehat membutuhkan banyak hal, salah satu diantaranya adalah menyelenggarakan pelayanan kesehatan (Azwar, 1996).
Pelayanan kesehatan adalah setiap upaya yang diselenggarakan sendiri atau bersama-sama dalam suatu organisasi untuk memelihara dan meningkatkan kesehatan perseorangan, keluarga, kelompok ataupun masyarakat (Leevey dan Loomba, 1973 dalam Azwar,1996). Bentuk dan jenis pelayanan kesehatan ada dua, yaitu pelayanan kedokteran dan pelayanan kesehatan masyarakat. Pelayanan kesehatan yang termasuk dalam kelompok pelayanan kedokteran (medical services) ditandai dengan cara pengorganisasian yang dapat bersifat sendiri (solo practice) atau secara bersama-sama dalam satu organisasi (institution). Tujuan utamanya untuk menyembuhkan penyakit dan memulihkan kesehatan serta sasaran utamanya untuk perseorangan dan keluarga. Pelayanan kesehatan masyarakat ditandai dengan cara pengorganisasian yang umumnya secara bersama-sama dalam suatu organisasi, tujuan utamanya adalah memelihara dan meningkatkan kesehatan serta mencegah penyakit, sasaran utamanya untuk kelompok dan masyarakat (Hodgetts dan Cascio, 1983 dalam Azwar, 1996).
 Rumah sakit sebagai salah satu sarana kesehatan yang memberikan pelayanan kesehatan kepada masyarakat, memiliki peran yang sangat strategis dalam mempercepat peningkatan derajat kesehatan masyarakat, oleh karena itu rumah sakit dituntut untuk memberikan pelayanan yang bermutu sesuai dengan standar yang ditetapkan dan dapat menjangkau seluruh lapisan masyarakat (Keputusan Menteri Kesehatan No. 228/2002).
Rumah Sakit Gigi dan Mulut Fakultas Kedokteran Gigi Universitas Jember (RSGM FKG Universitas Jember) merupakan rumah sakit khusus, karena hanya memberikan satu jenis pelayanan kesehatan yaitu kesehatan gigi dan mulut. RSGM FKG Universitas Jember mengharapkan agar tuntutan masyarakat terhadap peningkatan mutu pelayanan kesehatan dapat terpenuhi, maka rumah sakit merupakan sarana pelayanan yang paling dibutuhkan, karena memberikan pelayanan secara optimal dari tingkat dasar hingga paling canggih. Kesehatan gigi dan mulut merupakan bagian yang tidak terpisahkan dengan kesehatan lainnya, sangat membutuhkan sarana pelayanan kesehatan yang komprehensif dan multifungsional berupa rumah sakit gigi dan mulut sebagai pusat rujukan bagi pelayanan kesehatan gigi, lahan pendidikan dan penelitian. Peningkatan standar pelayanan kesehatan dari RSGM FKG Universitas Jember dibutuhkan agar RSGM dapat memberikan pelayanan kepada masyarakat dengan mutu pelayanan yang memenuhi standar pelayanan yang berlaku (Depkes RI, 2003).
Penilaian adalah suatu proses yang teratur dan sistematis dalam membandingkan hasil yang dicapai dengan tolok ukur atau kriteria yang telah ditetapkan, dilanjutkan dengan pengambilan kesimpulan serta penyusunan saran-saran yang dapat dilakukan pada setiap tahap dari pelaksanaan program (The International Clearing House on Adolescent Fertility Control for Population Options dalam Azwar, 1996).
Penilaian tentang standar pelayanan rumah sakit melalui kepatuhan prosedur kerja di RSGM FKG Universitas Jember merupakan salah satu upaya evaluasi hasil karya tenaga kerja dengan membandingkan terhadap standar. Penilaian prestasi harus melibatkan seluruh jajaran organisasi, penilaian harus mengetahui benar aspek yang berkaitan dengan tugas, tanggung jawab tenaga kerja dan mengetahui kriteria yang akan dinilai, terlebih dahulu harus ditetapkan instrumen penilaian prestasi kerja (Darmanto, 1997).
RSGM FKG Universitas Jember merupakan salah satu rumah sakit pendidikan dengan rata-rata kunjungan per hari 118 orang dan jumlah total kunjungan dalam 1 tahun adalah 25.759 orang. Jumlah tersebut sudah melebihi standar minimal rata-rata kunjungan yang telah ditetapkan. Dewi Irin (2005), menyatakan bahwa 85,7% responden menyatakan puas dengan pelayanan yang diberikan RSGM FKG Universitas Jember. Iin Rahmawati (2006) menyatakan bahwa pelayanan kesehatan gigi dan mulut di RSGM belum baik, karena hanya 41,8% responden yang menjawab baik. Dengan jumlah pasien setiap tahun yang terus meningkat, penulis ingin mengetahui apakah pelayanan yang diberikan kepada pasien sudah mematuhi standar pelayanan yang berlaku. 

Penelitian tentang penilaian standar pelayanan rumah sakit melalui kepatuhan prosedur kerja dilakukan di RSGM FKG Universitas Jember untuk mengetahui standar pelayanan rumah sakit yang diukur dari kepatuhan prosedur kerja yang dilakukan oleh mahasiswa tingkat profesi Fakultas Kedokteran Gigi Universitas Jember.

1.2 Rumusan Masalah

Rumusan masalah adalah bagaimana standar pelayanan RSGM yang diukur melalui kepatuhan prosedur kerja yang diterapkan oleh RSGM FKG Universitas Jember.

1.3 Tujuan Penelitian 

Penelitian bertujuan untuk mengetahui standar pelayanan rumah sakit yang dilakukan mahasiswa tingkat profesi Fakultas Kedokteran Gigi Universitas Jember yang melaksanakan praktikum klinik melalui kepatuhan prosedur kerja di RSGM FKG Universitas Jember.

1.4 Manfaat Penelitian
Manfaat penelitian adalah:
1. Meningkatkan standar pelayanan RSGM FKG Universitas Jember
2. Memberikan masukan dan evaluasi pada pihak RSGM FKG Universitas Jember untuk meningkatkan mutu pelayanan yang lebih baik di masa datang.

 Untuk Mendapatkan File Lengkapnya Harap 
SMS Ke No Hp 085256434152 (Firman)

MODEL TARIF PELAYANAN KESEHATAN RAWAT JALAN PUSKESMAS DI KABUPATEN MUNA

BAB I

PENDAHULUAN

A. Latar Belakang
Dalam ilmu ekonomi dikatakan bahwa “tarif” adalah nilai suatu barang atau jasa yang ditetapkan berdasarkan ukuran sejumlah uang tertentu dimana dengan sejumlah uang tersebut, pelaku usaha (produsen) bersedia memberikan barang atau jasa kepada konsumen. 
Dalam pelayanan kesehatan, khususnya pelayanan kesehatan milik pemerintah seperti puskesmas dan rumah sakit, tarif biasanya ditetapkan oleh pemerintah secara sepihak tanpa suatu kajian yang rasional (melakukan perhitungan unit cost). Tarif ini biasanya ditetapkan melalui suatu peraturan pemerintah yakni dalam bentuk surat keputusan menteri kesehatan untuk rumah sakit umum pusat, dan peraturan daerah (perda) untuk rumah sakit umum propinsi, rumah sakit umum kabupaten/kota maupun puskesmas. Hal ini menunjukan adanya kontrol ketat dari pemerintah sebagai pemilik sarana pelayanan tersebut. Akan tetapi disadari bahwa tarif pemerintah biasanya mempunyai “cost recovery” yang rendah (Trisnantoro, 2004)
Di kabupaten Muna, tarif pelayanan puskesmas yang masih berlaku sampai saat ini didasarkan atas ketetapan perda No. 9/1999 tentang retribusi pelayanan kesehatan. Idealnya penetapan tarif pelayanan kesehatan harus dikaji secara rasional terlebih dahulu (melakukan analisis unit cost) dan ditetapkan setiap tahunnya untuk dilakukan penyesuaian.
Dalam era teknologi yang semakin canggih, puskesmas dalam mengemban misinya banyak mengalami masalah terutama masalah sumber daya yang semakin lama semakin sulit mengejar kebutuhan pelayanannya, ditambah lagi pemberian subsidi pemerintah untuk pelayanan kesehatan semakin lama semakin berkurang terutama pasca otonomi daerah.
Menyadari kemampuan pemerintah yang terbatas untuk mengatasi semua masalah yang dihadapi terutama masalah pembiayaan, di samping dalam UU Kesehatan No. 23/1992 telah ditekankan mengenai perlunya peranan pemerintah dan masyarakat yang seimbang dan serasi, maka perlu dilakukan upaya-upaya agar kualitas pelayanan kesehatan khususnya pelayanan puskesmas dapat terus ditingkatkan. Salah satu upaya yang harus dilakukan dalam kondisi saat ini adalah dengan “analisis unit cost” atas pelayanan puskesmas sehingga dapat diketahui total cost yang dibutuhkan oleh masing-masing puskesmas dalam rangka memberikan pelayanan kesehatan kepada masyarakat. Dengan analisis unit cost, dapat dilakukan rasionalisasi tarif pelayanan puskesmas yang nantinya dapat dijadikan sumber informasi oleh pemerintah daerah dalam memilih model tarif pelayanan puskesmas yang akan diberlakukan di kabupaten Muna. Hal ini penting dilakukan karena disamping dapat meningkatkan “cost recovery” dengan tetap mempertahankan “equity” (pemerataan pelayanan kesehatan), juga memberikan konsekuensi kepada pemerintah daerah terhadap besarnya subsidi. 
Salah satu isu penting yang cukup menarik saat ini bahwa pemerintah daerah kabupaten Muna telah mengembangkan suatu wacana bebas tarif pelayanan kesehatan di puskesmas bagi seluruh masyarakatnya. Wacana tersebut dikembangkan tanpa suatu pertimbangan yang rasional yakni pertimbangan “unit cost” dan “cost recovery” sehingga sangat memprihatinkan unsur kesehatan yang ada di daerah baik dinas kesehatan sebagai penanggung jawab tehnis maupun puskesmas sebagai pelaksana/pemberi pelayanan langsung kepada masyarakat. Hal ini terkait dengan masalah pendanaan puskesmas yang akan diberikan oleh pemerintah daerah dalam bentuk subsidi.  

Berdasarkan alasan–alasan tersebut di atas, maka perlu dilakukan analisis unit cost pelayanan puskesmas di kabupaten Muna. Hasil analisis ini diharapkan dapat menjadi informasi penting bagi pemerintah daerah sebelum menetapkan kebijakan tarif pelayanan puskesmas yang akan memberikan konsekuensi terhadap besarnya subsidi atas pelayanan kesehatan puskesmas.

B. Rumusan Masalah
Dengan memperhatikan uraian pada latar belakang di atas, maka dapat di kemukakan permasalahan puskesmas yang ada di kabupaten Muna saat ini adalah :
“Belum terdapat model tarif pelayanan kesehatan berdasarkan analisis biaya satuan serta kemampuan dan kemauan membayar masyarakat yang dapat menentukan besarnya subsidi pemerintah daerah terhadap pelayanan kesehatan puskesmas di kabupaten Muna”.
Oleh karena itu, maka pertanyaan penelitian adalah :
1. Berapa besar biaya satuan pelayanan puskesmas di kabupaten Muna
2. Berapa besar kemampuan dan kemauan membayar masyarakat terhadap pelayanan puskesmas di kabupaten Muna. 

3. Berapa besar biaya yang harus di subsidi oleh pemerintah daerah kabupaten Muna untuk berbagai model tarif yang akan diberlakukan.

C. Tujuan Penelitian
Dari rumusan masalah di atas, dapat dikemukakan tujuan penelitian sebagai berikut :
1. Tujuan Umum

“Untuk mengetahui besarnya biaya yang harus diberikan oleh pemerintah daerah kabupaten Muna dalam bentuk subsidi terhadap beberapa model tarif yang akan diberlakukan”

2. Tujuan khusus
a. Untuk mengetahui besarnya biaya satuan pelayanan puskesmas di kabupaten Muna 
b. Untuk memperoleh gambaran tentang kemampuan dan kemauan membayar masyarakat atas pelayanan puskesmas di kabupaten Muna

c. Untuk mengetahui besarnya biaya yang harus diberikan oleh pemerintah daerah kabupaten Muna dalam bentuk subsidi terhadap beberapa model tarif yang akan diberlakukan.

 Untuk Mendapatkan File Lengkapnya Harap 
SMS Ke No Hp 085256434152 (Firman)

Hubungan Perilaku Dengan Kecelakaan Kerja Pada Pengemudi Taksi Blue Bird Pool Warung Buncit Jakarta Selatan

BAB I

PENDAHULUAN

A. Latar Belakang
Dalam sebuah laporan berita di beberapa media komunikasi beberapa bulan lalu, di tuliskan bahwa saat ini, Indonesia merupakan negara dengan standar keselamatan dan kesehatan kerja terburuk jika bandingkan dengan negara lain di Asia Tenggara, berita tersebut di laporkan oleh ILO atau Humas Organisasi Buruh Dunia dalam peringatan hari Keselamatan dan Kesehatan Kerja, hal ini dikemukakan berdasarkan tragedi kecelakaan akibat kerja yang terjadi di Indonesia pada tahun lalu, dimana tragedi tersebut sedikitnya telah menyebabkan empat orang meninggal dan lebih dari 50 luka-luka akibat ledakan yang menghancurkan pabrik petrokimia serta adanya ledakan dan kebakaran lainnya di pabrik-pabrik gas dan metal 1.
Begitu pula dengan status keselamatan dan kesehatan kerja transportasi di Indonesia, sebagai negara yang berpeluang besar untuk berkembang, tercatat kecelakaan transportasi darat di Indonesia juga sangat menonjol, hal ini dinyatakan melalui data kecelakaan lalu lintas yang pada tahun 1998 saja membawa korban 11.778 orang tewas.
 Tercatat sampai saat ini beberapa tayangan kecelakaan transportasi, di beberapa media komunikasi di Indonesia begitu banyak dan selalu ada setiap harinya, belum lagi data kecelakaan kerja yang di miliki oleh PT. Jasa Marga di sepanjang tahun ini 2.
Sepanjang tahun 2000 sudah banyak kejadian kecelakaan lalu lintas yang terjadi di Indonesia, mulai dari kasus terbesar sampai kasus yang terkecil, kasus kecelakaan besar misalnya terbakarnya bus giri indah jawa tengah yang menyebabkan 26 penumpangnya tewas terpanggang, begitu juga dengan data yang dimiliki oleh IRD Rumah Sakit Dr.soetomo bahwa kecelakaan lalu lintas merupakan penyebab kematian terbesar, yakni 49%, melebihi penyakit infeksi yang hanya 15% serta penyakit-penyakit lainnya, padahal selama ini penyebab kematian terbesar adalah penyakit infeksi. 3
Tercatat dalam data Kepolisian RI pada tahun 2003 jumlah kecelakaan di jalan mencapai 13.399 kejadian dengan jumlah kematian mencapai 9.865 orang, 6.142 orang mengalami luka berat dan 8.694 luka ringan, dengan data itu rata-rata setiap hari terjadi 40 kejadian kecelakaan lalu lintas yang mengakibatkan 30 orang meninggal dunia. dan setiap tahunnya rata-rata 30.000 nyawa melayang di jalan raya, maka dengan angka setinggi itu, saat ini Indonesia duduk di peringkat ke-3 negara di ASEAN yang jumlah kecelakaan lalu lintasnya paling tinggi, 
sehingga pemerintah menyatakan bahwa kecelakaan lalu lintas digolongkan sebagai pembunuh nomor 3 di Indonesia," Sekadar diketahui bahwa penyebab kematian nomor 1 dan 2 adalah penyakit jantung dan stroke. 4
Data Departemen Perhubungan menyebutkan mayoritas penyebab utama kecelakaan lalu lintas adalah kondisi kendaraan yang tidak layak jalan dan kelelahan fisik pengemudi, dan penyebab yang biasa terjadi dalam kecelakaan lalu lintas adalah karna faktor manusia yaitu pengemudi kendaraan itu sendiri.5
Indonesia telah memiliki undang-undang yang mengatur lalu lintas yaitu UU RI no.14 tahun 1992 tentang Lalu Lintas dan Angkutan Jalan Raya, didalam pasal 3 UU tersebut berbunyi “Transportasi jalan diselenggarakan dengan tujuan untuk mewujudkan lalu lintas dan angkutan jalan dengan selamat, aman, cepat, lancar, tertib dan teratur, nyaman dan efisien, mampu memadukan transportasi lainnya, menjangkau seluruh pelosok wilayah daratan, untuk menunjang pemerataan, pertumbuhan dan stabilitas sebagai pendorong, penggerak dan penunjang pembangunan nasional dengan biaya yang terjangkau oleh daya beli masyarakat”, namun yang menjadi masalah, mengapa kasus-kasus kecelakaan tersebut masih terus terjadi, malah sering muncul kecelakaan-kecelakaan besar? 6
Dr. Suma’mur dalam buku nya yang berjudul “Keselamatan Kerja dan Pencegahan Kecelakaan”, mengelompokkan kecelakaan menjadi 3 yaitu, kecelakaan akibat kerja di perusahaan, kecelakaan lalu lintas dan kecelakaan dirumah, sehingga dapat dikatakan bahwa kecelakaan lalu lintas merupakan bagian dari kecelakaan kerja.7
Abdul Rahim Tualeka dalam artikelnya berjudul “kecelakaan lalu lintas” yang dimuat dalam Jurnal Bina Diknakes edisi 39 mengatakan bahwa sumber penyebab dasar dalam timbulnya resiko kecelakaan kerja dapat dibagi dalam 2 kelompok yaitu Unsafe Condition antara lain, standar kerja yang kurang baik, standar perencanaan yang kurang tepat, standar perawatan yang kurang tepat, standar pembelian yang kurang tepat, pemakaian abnormal, dan Unsafe Human Act yaitu kurangnya pengetahuan, kurang keterampilan, motivasi kurang baik, masalah fisik dan mental . 8
Berdasarkan pernyataan-pernyataan sebelumnya, dimana angka kecelakaan akibat kerja khususnya kecelakaan lalu lintas di Indonesia relatif tinggi, serta berdasarkan sumber baca yang menyatakan bahwa sumber penyebab dasar terjadinya kecelakaan adalah karna Unsafe Condition dan Unsafe Human Act, penulis berinisiatif mengetahui lebih jauh dengan mencoba mencari kebenaran secara empiris mengenai hubungan perilaku kerja dengan kecelakaan kerja, dan menuliskannya dalam bentuk skripsi dengan judul “Hubungan Perilaku Kerja Pada Pengemudi Taksi Blue Bird Dengan Kecelakaan Kerja Di Pool Warung Buncit Blue Bird Group Jakarta Selatan”.

Diluar dari hal tersebut melalui keterbatasan yang penulis miliki, pengemudi yang dimaksudkan dalam penelitian ini adalah pengemudi taksi dan kecelakaan kerja yang dimaksud adalah kecelakaan lalu lintas. 

B. Identifikasi Masalah

Pada dasarnya setiap jenis pekerjaan memiliki resiko kecelakaan kerja yang berbeda-beda, baik dalam bidang industri maupun bidang transportasi dan sebagai salah satu perusahaan di Indonesia yang bergerak dibidang transportasi, yang memiliki lebih dari 14.000 ribu kendaraan di beberapa kota dengan berbagai jenis kendaraan ini, maka para pengemudi Blue Bird Group juga memiliki potensi mengalami kecelakaan kerja yaitu kecelakaan lalu lintas, Beberapa penyebab kecelakaan tersebut pada dasarnya adalah karna Unsafe Condition yang berasal dari alat kerja yakni kondisi kesiapan kendaraan dan mesin, serta lingkungan kerja dan Unsafe Human Act yang berasal dari tenaga kerja itu sendiri sebagai akibat dari kurangnya pengetahuan dan keterampilan, motivasi yang kurang baik, masalah fisik dan mental yang terlihat dalam perilaku tenaga kerja.

C. Pembatasan Masalah 

Penelitian yang akan diteliti adalah berdasarkan Unsafe Human Act yakni mengenai perilaku tenaga kerja dalam menjalankan pekerjaannya yaitu apakah perilaku para pengemudi dalam bekerja memiliki potensi terjadinya kecelakaan kerja yakni kecelakaan lalu lintas, masalah dalam penelitian ini dibatasi pada dua variabel, yakni kecelakaan kerja dan perilaku, pembatasan masalah ini dilakukan agar penelitian dapat dilakukan secara fokus dan lebih mendalam.

D. Perumusan Masalah
Masalah tersebut diatas dapat dirumuskan dalam kalimat tanya yang menyangkut variabel bebas dan terikat sebagai berikut.

“Apakah ada hubungan perilaku dengan kecelakaan kerja pada pengemudi taksi Blue Bird Pool Warung Buncit Jakarta Selatan”.

E. Tujuan Penelitian
1. Tujuan Umum

Mengetahui dan mendapatkan hubungan perilaku dengan kecelakaan kerja pada pengemudi taksi Blue Bird Group pool warung buncit Jakarta selatan.

 Untuk Mendapatkan File Lengkapnya Harap 
SMS Ke No Hp 085256434152 (Firman)


Selain itu juga di sediakan File skripsi & Tesis Lengkap ilmu komunikasi, sospol, informatika dan Lain - Lain

Friday, September 4, 2009